Kementerian PUPR Perbarui Aturan Segmentasi Pasar Bagi Kontraktor Kecil

Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menurunkan batas segmentasi pasar bagi kontraktor kecil menjadi maksimal Rp. 2,5 miliar dari sebelumnya sebesar maksimal Rp. 10 miliar dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia. Aturan ini sekaligus mengganti Permen PUPR No. 7 Tahun 2019 yang sudah tidak berlaku lagi setelah adanya Putusan MA 64 P/HUM/2019 yang membatalkan Pasal 21 ayat (3) Permen PUPR 07/2019.

Muatan Pasal 21 ayat (3) huruf a, b dan c yang menentukan bahwa HPS sampai dengan Rp 10 miliar disyaratkan hanya untuk penyedia jasa pekerjaan dengan kualifikasi usaha kecil, HPS di atas Rp 10 miliar sampai Rp 100 miliar untuk kualifikasi usaha menengah atau HPS di atas Rp 100 miliar untuk usaha besar.

Ketentuan itu disebut bertentangan dengan Pasal 65 ayat (4) Perpres No. 16 Tahun 2018 yang mengatur bahwa nilai paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya paling banyak Rp 2,5 miliar dicadangkan dan peruntukannya bagi usaha kecil, kecuali untuk pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi usaha kecil.

Direktur Pengembangan Jasa Konstruksi Putut Marhayudi menjelaskan, perubahan segmentasi pasar dimaksudkan untuk melindungi pangsa pasar dari pelaku usaha yang memiliki kualifikasi di atasnya. Maka kontraktor Kualifikasi Besar tidak bisa mengerjakan nilai proyek untuk segmentasi Kecil dan Menengah. Namun hal itu dikecualikan, misalnya jika ada pekerjaan termasuk segmentasi Menengah namun memiliki kompleksitas yang tidak dapat dipenuhi oleh kualifikasi M, maka dimungkinkan untuk dikerjakan oleh penyedia jasa satu tingkat di atasnya atau kualifikasi Besar

“Indonesia memiliki 130 ribu kontraktor kecil, menengah dan besar. Namun kontraktor spesialis angkanya baru mendekati 8 persen. Oleh karena itu, kita terus mendorong tumbuhnya spesialis dan kontraktor kecil untuk dapat lebih berperan. ” kata Putut dalam webinar bersama pegawai LKPP beberapa waktu lalu.

Permen PUPR No 14/2020 juga memuat aturan baru diantaranya mengenai pengadaan barang/jasa di Papua dan Papua Barat. Dalam Pasal 121 dan Pasal 123, antara lain dijelaskan pengadaan langsung Jasa Konstruksi yang dipergunakan untuk percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, diutamakan untuk pelaku usaha orang asli Papua.

‘Sementara untuk pelaku usaha Menengah dan Besar yang mengikuti tender diharuskan memberdayaan pelaku usaha Papua dilakukan dalam bentuk kemitraan/KSO; dan/atau subkontrak.  Lanjut Putut.

Aturan ini juga meniadakan reverse auction khusus untuk pekerjaan konstruksi dan konsultan konstruksi. Reverse auction merupakan metode penyampaian penawaran harga secara berulang pada tender dan dapat dilakukan dalam hal terdapat 2 (dua) peserta tender yang lulus administrasi, teknis, dan kualifikasi.

Perubahan lain yang termasuk dalam Permen PUPR No. 14/2020 diantaranya adalah mengenai Pengaturan Pengaduan, Persyaratan dan Tata Cara Evaluasi Tender/Seleksi, Penerapan SMKK,  serta Pengaturan Kontrak Kerja Konstruksi.

Selanjutnya, apabila pengadaan jasa konstruksi yang baru sampai tahap perencanaan/persiapan harus menyesuaikan dengan ketentuan Permen PUPR No. 14/2020. Namun apabila sudah melalui tahapan pelaksanaan pemilihan maka tetap menggunakan Permen PUPR No. 07/2019 hingga seluruh kegiatan selesai.

Bahan paparan mengenai perubahan Permen PUPR No.14/2020 dapat diunduh disini

>>Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2020<<

Sumber –> lkpp.go.id