Banjir Landa Banda Aceh, Begini Penjelasan Kadis PUPR Kota Banda Aceh

Banda Aceh – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banda Aceh, Jalaluddin, ST, MT mengungkapkan curah hujan tinggi yang bersamaan dengan Aceh Besar serta terjadinya pasang purnama menjadi salah satu penyebab terjadinya di kawasan Kota Banda Aceh dan sekitarnya. Hal itu dikatakan di sela-sela pemantauan operasional mobil pompa di Jalan SA Johansyah Lamlagang Banda Aceh tadi malam (Sabtu, 9 Mei 2020).

Curah hujan ekstrim yang terjadi pada Kamis hingga Jumat 7-8 Mei 2020 hasil pengamatan di pos-pos hujan kerjasama Stasiun Klimatologi Aceh Besar, tercatat di Banda Aceh Kec. Lueng Bata 152 mm, Ulee Kareng 152 mm, Meuraxa 107 mm, Jaya Baru 125 mm dan Aceh Besar Kec. Lhoong 130 mm, Pulo Aceh 287 mm, Stamet SIM 108 mm, Krueng Barona Jaya 213 mm.

Dalam perhitungan ini, satu milimeter hujan berarti air turun di wilayah seluas satu meter persegi akan memiliki ketinggian satu milimeter jika air tidak meresap, mengalir, atau menguap. Curah hujan yang terpantau sangat lebat dan merata di Banda Aceh, Aceh Besar, dan sekitarnya

“Rata-rata intensitas curah hujan di Kota Banda Aceh 150 mm/m2/jam. Kalau kita asumsikan pada hari kamis rata-rata hujan 8 jam per hari, maka tinggi genangan hujan 1200 mm atau 1,2 meter, jadi kalau salurannya tidak berfungsi dengan baik makan Banda Aceh akan tenggelam pada hari Kamis (9/5). Ditambah lagi hujan pada hari Jumat yang durasi hujannya hampir 14 jam maka tinggi air hujannya 2100 mm atau 2,1 m dan jika saluran kota tidak berfungsi maka seluruh kota akan tenggelam karena tinggi genangan air menjadi 3,2 m,” ujar Jalaluddin.

Selain itu Kadis PUPR juga menjelaskan penyebab banjir lainnya dikarenakan belum seluruhnya saluran drainase yang terkoneksi dengan sistem drainase primer dengan baik. Pola zonasi yang bergantung pada sungai, apabila curah hujan tinggi maka air tidak dapat secara langsung dialirkan ke sungai.

Penumpukan sedimen dan sampah pada drainase terutama di kawasan perdagangan dan jasa, kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan dan memelihara saluran drainase, banyak terjadinya alih fungsi lahan dan masih kurangnya kapasitas waduk/tandon sebagai tempat penampungan air hujan, serta berkurangnya wilayah resapan air. Kesemua hal tersebut merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya banjir di Banda Aceh.

“Kalau kesadaran warga tidak ada, apapun yang dilakukan pemerintah tidak akan jalan. Ini Kondisi sekarang saluran-saluran yang ada juga dijadikan sebagai tempat buang sampah dan tidak mau peduli, kami sekarang di lapangan tidak bisa berbuat banyak,” ujar Jalaluddin.