Pandemi dan Habituasi

Oleh Dr. Kahlil Muchtar, S.T., M.Eng., Ketua Pusat Riset Telematika Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia dan Peneliti Kecerdasan Buatan (AI) Nasional

Dr. Kahlil Muchtar, S.T., M.Eng., Ketua Pusat Riset Telematika Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia dan Peneliti Kecerdasan Buatan (AI) Nasional

Salah satu cara terampuh dalam membentuk kebiasaan (habituasi) baru adalah dengan melakukannya secara terus-menerus. Di masa pandemi yang menuntut kita membatasi interaksi sosial di tempat umum, secara tidak langsung telah mendorong kita membentuk kebiasaan baru atau bahkan memulai lagi kebiasaan-kebiasaan yang dulu pernah kita lakukan.

Beberapa tren yang saya lihat khususnya di sekitar Banda Aceh misalnya, muncul kembali hobi bercocok tanam oleh para ibu.

Tidak sulit menemukan aneka jenis pot dan bibit bunga/tanaman yang semakin hari semakin diminati.

Mungkin sebelum pandemi Covid-19 hobi/kebiasaan ini telah ada, namun seiring berubahnya aktivitas harian, maka kebiasaan ini malah menjadi wadah kreativitas para ibu. Tidak hanya itu, beberapa ayah pun kini memiliki kebiasaan baru seperti menanam cabai, daun mint atau tomat di polibek, beternak ikan lele, dan sebagainya. Para ayah yang dulunya asyik beraktivitas di luar kini makin memiliki waktu khusus di rumah.

Mungkin saya tidak bisa men-generalisir kondisi, namun inilah yang saya dan mungkin sebagian tenaga pendidik rasakan. Khusus pengajar di Universitas, kebijakan terbaru dari Mas Menteri (Nadiem Makarim) yang akan memperpanjang masa pembelajaran daring, akan memiliki imbas kepada dosen maupun mahasiswa. Namun, apakah imbas itu nantinya positif atau negatif, kembali pada bagaimana kita membangun habituasi baru yang seharusnya berujung pada produktivitas prima dan tetap kreatif.

Kalau kita kaitkan dengan agama Islam, setiap kewajiban yang Allah Swt perintahkan, jika kita laksanakan dengan penuh kekhusyuán dan keikhlasan akan memiliki dampak yang luar biasa. Contohnya, ketika kita sering bersedekah maka ia menjadi sebuah kebiasaan. Yang luar biasa adalah ketika kita melakukannya dengan kesadaran penuh, maka sedekah itu akan kita lakukan baik dalam keadaan lapang maupun sempit.

Kesadaran yang saya maksudkan adalah “keyakinan” bahwa semua perintah Allah Swt pasti memiliki kebaikan pada akhirnya. Motivasi beramal, dan yang akhirnya menjadi kebiasaan, lambat laun menjadikan kita tidak bisa lagi lepas dari segala perintah-Nya. Oleh karena itu banyak sekali kisah-kisah inspiratif dari generasi sahabat dan tabi’in ketika amal-amal shalih telah menjadi bagian hidupnya setiap hari, jam, menit, dan detik.

Inilah yang seharusnya menjadi dasar aktivitas kita sehari-hari. Era yang sering disebut “new normal” sudah sepantasnya mendorong adanya kreativitas baru, saling berkolaborasi dalam pemecahan masalah baik ekonomi,Iptek, sosial, dan seterusnya. Kini telah banyak kreasi anak bangsa dalam menjawab tantangan, seperti munculnya teknologi pintar untuk mendeteksi suhu tubuh dan pemakaian masker hanya dengan menggunakan kamera.

Ini akan “memaksa” para pengunjung untuk mau tidak mau mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Lambat laun protokol yang kini masih sering diabaikan, akan perlahan dipatuhi dan menjadi kebiasaan baru. Penggabungan otomasi dan teknologi merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan di era Industri 4.0 ini.

Selain di bidang pengawasan (surveillance), kreasi di bidang teknologi pun sudah seharusnya merambah ke pembentukan konten digital yang edukatif dan bermanfaat. Pada laporan tahun 2019, pemuda di Amerika menghabiskan 7 jam 22 menit di depan smartphone tiap harinya.

Walau internet dan smartphone telah membuka peluang besar untuk pemuda berkreasi dalam pembuatan konten digital baik di bidang edukasi maupun hiburan, nyatanya sebagian besar pemuda (masih menurut laporan yang sama) menghabiskan waktunya untuk menonton video, bermain game online, dan bersosial media. Hal di atas tidak ada salahnya, selama semua informasi dan aktivitas tersebut bermanfaat dan mampu mengembangkan potensi tiap individu.

Oleh karena itu, saya berharap konten digital dan pembelajaran daring tidak lagi menjadi hambatan dan keluhan, tetapi menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar sesuai kurikulum dan membuka kreasi tanpa batas dengan mempelajari bahan-bahan edukasi yang mulai tersebar di internet.

Fakta yang juga cukup luar biasa adalah pada awal tahun 2020, ada sekitar 1,74 miliar situs web, yang mana sekitar 380 situs baru dibuat tiap menitnya. Ini menggambarkan bagaimana cepatnya sebuah informasi dibentuk dan dengan mudah dikonsumsi oleh manusia di seluruh dunia.

Selain itu, pembentukan konten digital yang edukatif sudah menjadi “keharusan” guna menandingi konten digital yang sifatnya entertainment/hiburan kelewat batas, yang kontennya terkadang mulai meresahkan (mulai mengajarkan pamer, menghamburkan uang, dsb).

Di lingkungan Universitas Syiah Kuala, beberapa yang telah saya sebutkan di atas telah memiliki wadahnya masing-masing. Bagi para dosen, telah dibuka pengabdian kepada masyarakat yang sifatnya tematik (Covid-19), yang seyogyanya menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Pengabdian ini bisa berupa produk maupun yang sifatnya jasa. Selain itu, penelitian yang berkaitan dengan pandemi Covid-19 pun didukung secara penuh.

Tidak hanya dosen, mahasiswa pun diberikan keluangan untuk melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata) tematik yang diharapkan bisa melihat dan menawarkan solusi riil di masyarakat tempat mereka melaksanakan KKN. Tidak hanya itu, wadah berkreasi dengan memanfaatkan teknologi pun dibuka seluas-luasnya, baik ketersediaan alat dan layanan yang kini telah berbasis komputasi awan (cloud computing).

Oleh karena itu, sudah selayaknya kebijakan, ketersediaan fasilitas, dan keingingan berkreasi menjadi tiga (3) modal dasar bagi kita untuk membangun kebiasaan baru baik yang memiliki manfaat untuk pribadi, maupun memiliki manfaat yang lebih luas untuk masyarakat. Benar pandemi memberikan kemungkinan untuk kita mengeluh dan menggerutu, tetapi apakah itu akan memberi dampak positif bagi bangsa dan agama? Jika tidak, mari bersama-sama berkreasi dan membentuk habituasi baru.

Ini selaras dengan penelitian yang ada bahwa kebiasaan yang positif akan menghasilkan pikiran yang prima dan produktif. Yang menurut Dr. Ibrahim Elfiky, pikiran yang prima ini juga akan mempengaruhi fisik, perasaan, sikap, hasil, citra diri, dan harga diri setiap individu. Berpikir positif adalah sumber kekuatan dan kebebasan. Disebut sumber kekuatan karena ia membantu kita memikirkan solusi sampai mendapatkannya.

Dengan begitu kita bertambah mahir, percaya dan kuat. Disebut sumber kebebasan karena dengan berpikir positif akan membebaskan kita dari penderitaan dan kungkungan pikiran negatif serta pengaruhnya pada fisik. Saya menutup tulisan saya dengan sebuah pesan inspiratif dari Aristoteles, “Semua bunga esok hari ada dalam benih hari ini, semua hasil esok hari ada dalam pikiran hari ini”.

Sumber –> serambinews.com