Jakarta,- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan 2020 (PPSK-ATP) menyelenggarakan serangkaian webinar forum ilmiah yang membahas tentang isu-isu strategis dan berbagai kebijakan di lingkup agraria, tata ruang dan pertanahan yang berlangsung sejak Senin, 28 September 2020 sampai 27 Oktober 2020. Kegiatan yang dibuka langsung oleh Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil, dihadiri oleh kepala kantor wilayah dan kepala kantor pertanahan BPN di seluruh Indonesia serta akademisi dari beberapa universitas terkemuka di tanah air seperti ITB, UI, IPB dan Universitas Diponegoro melalui siaran telekonferensi.
Mengawali forum ilmiah perdana pada Senin silam, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan bahwa sebaik-baiknya kebijakan adalah kebijakan yang berbasis scientific, berbasis penelitian yang dalam dan mengkaji informasi yang utuh. “Kebijakan jika ada kekeliruan harus paling minimum bukan out of the blue. Tentunya kebijakan yang akan dibuat bukan berdasarkan pemikiran jangka pendek dan kebijakan ini harus tepat sasaran serta bisa dipertanggung jawabkan,”
Sofyan menambahkan, perlunya riset dan kajian akademis dibarengi dengan common sense, pengetahuan dan ilmu yang ada serta best practice. Ia berharap forum ilmiah ini merupakan salah satu wadah untuk dapat berbagi ilmu dan sharing wawasan terhadap kebijakan-kebijakan khususnya masalah penataan ruang di Indonesia.
Direktur Jenderal Tata Ruang, Abdul Kamarzuki yang menjadi narasumber pertama dalam sesi forum ilmiah kali ini menjelaskan bagaimana penataan ruang yang akurat dan akuntabel diperlukan untuk mewujudkan keharmonisan dan keterpaduan antara aktivitas pemanfaatan ruang dengan kemampuan lingkungan dalam menyediakan sumber daya. Pemanfaatan ruang pun telah diatur melalui produk Rencana Tata Ruang (RTR) yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari level nasional hingga level detail. “Semakin kecil skala nya, maka semakin detail dan rigid. Maka kita terus mendorong untuk daerah dapat mempunyai Perda RDTR dengan skala 1:5000,” ujar Kamarzuki.
Nantinya, selain sebagai dasar administrasi pertanahan, RDTR juga digunakan sebagai dasar dalam penerbitan izin mendirikan bangunan, dikarenakan RDTR telah secara terperinci memuat tata ruang wilayah kabupaten kota.
Kamarzuki menambahkan, kedepannya perencanaan ruang akan menuju ‘One Spatial Planning Policy’ yang mengintegrasikan seluruh pengaturan ruang sektoral ke dalam 1 (satu) produk hukum Rencana Tata Ruang. Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang dalam bumi menuju Satu Produk Rencana Tata Ruang. “Kemarin di Baleg, sudah disepakai bahwa ruang laut tidak ditetapkan sebagai perda tersendiri namun terintegrasi menjadi satu di RTRW Kab/Kota dan Provinsi serta RDTR,” ungkap pria yang sering disapa Uki ini.
Dalam segi peningkatan layanan, Kementerian ATR/BPN melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang terus melakukan inovasi dalam memudahkan masyarakat dan investor mengakses produk-produk tata ruang salah satunya adalah melalui digitalisasi produk tata ruang dalam mendorong percepatan berusaha/berinvestasi. Platform yang tersedia untuk menyebarluaskan informasi RTR serta meningkatkan transparansi produk RTR ke masyarakat diantaranya adalah RTR Online dan RDTR interaktif yang dapat diakses melalui gistaru.atrbpn.go.id.
Lebih lanjut Kamarzuki juga menuturkan, sampai dengan Juni 2020, telah terbit 67 Perda RDTR dari amanat ±2 000 RDTR dan telah terbit 76 Persub RDTR yang masih menunggu penetapan Perda RDTR. “Tentunya target ini masih jauh sekali untuk tercapai. Kami pun bersama-sama terus mempercepat pengerjaan persub RDTR agar dapat menjadi Perda RDTR sehingga tercapainya target 2000 RDTR dengan efisiensi waktu dan birokrasi”.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Budi Situmorang turut memaparkan tentang bagaimana strategi ruang dan tanah untuk pembangunan. Budi menerangkan dalam pengendalian pemanfaatan ruang, jika RTR atau RDTR sudah mengatur peruntukan lahan, maka tugas selanjutnya adalah Kementerian ATR/BPN mengawal dengan peraturan zonasi, perijinan-OSS dan insentif dan disinsentif sesuai kondisi objektif serta menyiapkan spatial planning readers. Spatial planning readers digunakan untuk memberikan panduan bagi stakeholder dalam membaca RTR sebagai dasar dalam memberikan penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang. “Namun jika RTR/RDTR nya belum mengatur, terutama pengaturan yang dilewati Proyek Strategis Nasional (PSN) dan SDEW, maka disiapkan instrument lengkap pengendalian yang prosesnya akan diintegrasikan dengan RTR/RDTR pada saat revisi atau penyusunan,”.
Dalam penutupnya Budi mengungkapkan bahwa rencana tata ruang merupakan salah satu instrument kebijakan yang digunakan untuk memberikan kepastian hukum dan mendorong tumbuhnya investasi maka pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang dan pertanahan yang optimal mampu mengakselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Sumber : Sekretariat Dirjen Tata Ruang