Terkait Pembangunan Kota Banda Aceh? Ini Kata Para Pakar Arsitektur

BANDA ACEH – Prodi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) baru-baru ini menggelar Seminar Perencanaan Secara Daring (SPRING).

Seminar tersebut mengangkat tema ‘Perencanaan Megakota di Negara Berkembang: Peluang dan Tantangan untuk Kota Kecil dan Sedang’. Acara dibuka oleh Rektor Unsyiah Prof Dr Ir Samsul Rizal MEng IPU.

Dalam rilis yang diterima, dijelaskan megakota (megacities) sering didefinisikan sebagai sebuah kota dengan populasi lebih dari 5 juta jiwa. Definisi lain megakota adalah rangkaian kawasan perkotaan yang sambung menyambung dengan total penduduk lebih dari 10 juta jiwa.

Kota besar dan megakota menjadi magnet dan memiliki pengaruh bagi kota-kota di sekitarnya. Kota Banda Aceh saat ini termasuk kota sedang (medium city) dengan jumlah penduduk di bawah 500 ribu jiwa. Jenis kota ini justru yang paling banyak tumbuh di belahan dunia selatan, terutama di Asia dan Afrika.

Sementara posisi Kota Banda Aceh dianggap cukup strategis secara geografis, yaitu memiliki potensi hubungan langsung dengan India dan Cina yang merupakan lokasi konsentrasi pertumbuhan kota-kota dunia.

Karena itu, perlu dipikirkan bersama bagaimana merencanakan kota kecil dan sedang agar menjadi kota yang nyaman bagi penduduknya, mandiri dan tidak tergantung pada kota besar dan megakota.

Rektor Unsyiah Prof Dr Ir Samsul Rizal MEng IPU dalam sambutannya menggarisbawahi tentang belum optimalnya pembangunan di Aceh, khususnya Kota Banda Aceh dalam hubungannya dengan posisi geografis Aceh yang strategis.

Hadir sebagai narasumber secara daring Prof Dr Deden Rukmana, warga negara Indonesia yang menjadi Ketua Jurusan Perencanaan wilayah dan komunitas di Alabama A&M University Amerika Serikat. Pembicara kedua adalah Dr.sc.agr. Iwan Rudiarto MSc yang merupakan ketua Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) Periode 2019-2021.

Dalam sesi pertama presentasi yang dipandu oleh Sylvia Agustina ST MUP, Prof Deden menyampaikan tentang perlunya perencanaan berbasis riset serta memotivasi agar peneliti Indonesia dan juga kota-kota di Indonesia bisa melakukan langkah strategis agar tidak hanya menjadi pengamat dan konsumen, tetapi menjadi aktor dan mengambil peran sebagai peneliti dan perencana.

“Peneliti di Indonesia jangan hanya menjadi tuan rumah di kota dan negara sendiri, tetapi juga berkontribusi di tingkat global,” ujarnya.

Untuk itu, Prof Deden menyarankan agar tidak hanya mengandalkan negara atau kelembagaan dalam membangun jaringan global, tetapi memanfaatkan hubungan antar pribadi (people to people relation) sebagai jembatan kerja sama yang lebih luas.

Sementara Iwan Rudiarto menyampaikan tentang pentingnya memahami tranformasi desa-kota dan kawasan peri urban, yaitu kawasan di sekitar kota yang memiliki peran penting dalam fungsi ekologi, ekonomi dan sosial kota. 

Jurusan Arsitektur dan Perencanaan FT Unsyiah, Dr Ashfa ST MT dalam paparan awal menyampaikan bahwa perlu upaya mitigasi terhadap fenomena urban heat island yang banyak terjadi di kota-kota besar dan megacity, sehingga aspek ini menjadi penting dalam perencanaan kota berkelanjutan.

Sumber –> serambinews.com