Konsolidasi Tanah Upaya Mengatasi Dampak Urbanisasi

Pembangunan perkotaan dan perumahan yang inklusif, efisien dan berkelanjutan dibutuhkan masyarakat mengingat pesatnya urbanisasi dan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menawarkan solusi mengenai kebutuhan tanah bagi perkotaan dan perumahan dengan merata agar tercipta kawasan layak dan siap huni untuk masyarakat, yaitu dengan Konsolidasi Tanah.

“Kepadatan penduduk perkotaan sangat tinggi ditambah tingkat urbanisasi yang tinggi mengakibatkan kebutuhan akan hunian meningkat. Di lain sisi suplai tanah sudah sangat terbatas, hal ini menimbulkan harga tanah hunian di perkotaan semakin mahal dibandingkan tingkat pendapatan masyarakat,” ujar Plt Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian ATR/BPN, Ruminah, pada acara Webinar “Mewujudkan Perumahan dan Perkotaan Inklusif di Era Pandemi Covid-19 dan Kehidupan New Normal” Universitas Diponegoro, Kamis (09/07/2020).

Lebih lanjut Ruminah menjelaskan kebijakan Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) untuk masyarakat agar diterapkan. “Konsep KTV dapat menjadi salah satu kebijakan, tidak mudah untuk menerapkan KTV bagi masyarakat, yang pertama yaitu sulitnya merubah konsep mindset pemikiran masyarakat, kita meyakinkan masyarakat untuk memberikan tanahnya untuk hal ini. Yang kedua, masyarakat sudah terbiasa hidup di hunian tapak, kemudian kita harus bisa merubah budaya mereka untuk bersedia tinggal di hunian vertikal,” katanya.

Ruminah juga menjelaskan bahwa banyaknya pemukiman kumuh di perkotaan dikarenakan banyaknya pelanggaran tata ruang yang terjadi. “Keberadaan permukiman kumuh tidak sesuai dengan tata ruang atau tidak berada pada kepemilikannya. Pemanfaatan dan penggunaan ruang perkotaan tidak dimanfaatkan secara efektif dan maksimal, sehingga kebutuhan penyediaan lahan permukiman tidak dapat terpenuhi,” pungkasnya.

Chief Executive of Urbanice Malaysia, Norliza Hashim sependapat mengenai  hunian vertikal merupakan solusi untuk kebutuhan tempat tinggal pada wilayah dengan angka urbanisasi yang tinggi. “Kami mengadaptasi juga di Malaysia, ini merupakan solusi yang dapat mengurangi risiko untuk tata kelola perkotaan,” kata Norliza Hashim.

Tanpa adanya dukungan berbagai pihak sulit untuk mewujudkan perkotaan dan perumahan yang layak huni, kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana (resilience) dan kota cerdas, berdaya saing dan berbasis teknologi (smart city) bagi masyarakat. Untuk itu kolaborasi sangat diperlukan baik itu dari lembaga maupun dari kalangan akademis.

Direktur Bina Penataan Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Diana Kusumastuti mengingatkan pentingnya kolaborasi antar pihak. “Perlu dukungan dan kolaborasi dari semua pihak termasuk kalangan akademisi. Diharapkan terciptanya kemitraan dan sinergi lebih baik antara Kementerian/Lembaga terkait dengan Universitas Diponegoro untuk pengembangan sektor tata kelola perkotaan dan infrastruktur di wilayah sekitar,” ujarnya.

Sumber –> atrbpn.go.id