
BANDA ACEH – Ombudsman RI Perwakilan Aceh kembali melakukan diskusi daring dengan tema “Upaya Penanggulangan Bencana Banjir” pada Kamis (14/5/2020).
Diskusi kali ini menghadirkan narasumber yang sangat kompeten di bidangnya, antara lain Ir Sunawardi MSi (Kepala Pelaksana BPBA Aceh), Eko Nur Wijayanto SHut MSi (Kepala BPDASHL Krueng Aceh).
Selanjutnya dari pihak akademisi juga menghadirkan Dr Ir Syahrul MSc (Ahli Hidrologi) dan Dr Ir Nazli Ismail MSi (Ketua Prodi Magister Ilmu Kebencanaan Unsyiah) serta Dr Taqwaddin Husin (Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh).
Dr Taqwaddin dalam sambutannya mengucapkan prihatin dan duka cita atas musibah bencana alam yang terjadi berbagai wilayah Aceh akahir-akhir ini.
“Ombudsman ikut berduka cita atas musibah banjir yang terjadi saat ini, kita berharap semua pihak dapat menyelesaikan masalah ini dengan cepat sehingga pelayanan publik dapat kembali normal,” ucap Taqwaddin.
Kalak BPBA Aceh, Ir Sunawardi yang saat itu sedang dalam perjalanan dari Pidie Jaya ke Takengon juga ikut partisipasi bersama dalam diskusi tersebut.
Dalam paparannya, Sunawardi menyebutkan bahwa terjadinya banjir saat ini karena banyak pembangunan yang tidak mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), selain itu juga adanya perusakan alam berupa perambahan dan illegal logging.
“Saat ini pembangunan banyak yang melanggar RTRW, selanjutnya juga banyaknya terjadi perambahan hutan dan illegal logging. Sehingga memicu terjadi bencana” papar Sunawardi.
“Intinya, untuk penanggulangan banjir, harus ada perencanaan dari hulu ke hilir dan koordinasi semua sektor” tambahnya.
Dr Syahrul, yang merupakan ahli hidrologi menyebutkan bahwa kondisi curah hujan saat ini memang pada posisi ekstrem, ditambah lagi dengan kegiatan cocok tanam masyarakat pada posisi lahan yang kemiringannya 45 derajat, ini juga berbahaya.
Selanjutnya Syahrul menambahkan bahwa banyak muara sungai saat ini yang juga tertutup dengan sendimentasi, sehingga air tertahan dan tidak dapat mengalir ke laut dengan baik.
Sementara Eko Nur Wijayanto, Kepala BPDASHL Krueng Aceh mengatakan bahwa saat ini laju deforestasi (penggundulan hutan) di Aceh sangat tinggi. Sehingga potensi bencana khususnya banjir dan longsor sangat besar.
“Kita harus melakukan mitigasi bencana, apa lagi saat ini laju deforestasi sangat tinggi, banyak tutupan hutan yang hilang. Sehingga potensi terjadi bencana banjir dan longsor sangat besar” ungkap Eko.
“Perlu kami sampaikan bahwa, untuk banjir genangan di Banda Aceh beberapa hari yang lalu, sebenarnya Krueng Aceh mampu menampung debit air tersebut. Namun karena drainase yang kurang optimal sehingga air tidak dapat mengalir ke sungai” lanjut Eko.
Adapun Dr Nazli Ismail menegaskan bahwa upaya penghijauan kembali sangat perlu dilakukan. Karena saat ini bahwa banyak terjadi kerusakan hutan Aceh.
Berdasarkan hasil diskusi tersebut, pihak Ombudsman akan membuat suatu saran kepada pihak eksekutif maupun legislatif Pemerintah Aceh. Adapun hasilnya yaitu, meminta dioptimalkannya implementasi produk legislasi (Qanun) dan regulasi yang sudah cukup memadai. Selanjutnya, perlu adanya komitmen bersama untuk upaya prevensi, mitigasi, kesiapsiagaan, dan pengurangan risiko bencana. Dan terakhir, memperkuat penegakan hukum lingkungan di Aceh.
“Kami sudah menyimpulkan beberapa point yang nantinya akan kita sampaikan kepada Pemerintah Aceh, baik kepada eksekutif maupun legislatif. Kita berharap agar Pemerintah Aceh mengimplementasikan Qanun-Qanun Aceh terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam. Seperti Qanun Aceh tentang Sumber Daya Air, Qanun Aceh tentang Lingkungan Hidup, Qanun Aceh tentang RTRW, serta meminta segera disahkannya Qanun tentang Pendidikan Bencana” ungkap Taqwaddin yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar Forum PRB Aceh.
“Selanjutnya kami mengajak semua komponen masyarakat, baik NGO, kalangan bisnis, masyarakat lokal untuk bersama melakukan upaya prevensi, mitigasi, dan pengurangan risiko bencana (PRB). Hal ini penting, karena apabila terjadi bencana maka yang menderita kerugian material dan immaterial adalah kita semua,” lanjut Taqwaddin yang juga Dosen Hukum Lingkungan dan Dosen Magister Ilmu Kebencanaan di Unsyiah.
Terakhir, ia meminta kepada aparat penegak hukum agar lebih peduli melakukan upaya penegakan hukum lingkungan terkait dengan perusakan hutan di Aceh.
Sumber –> serambinews.com